05 Februari 2013
DETIK- DETIK MENJELANG KEMATIAN RASULULLAH
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,
Pagi itu,
Rasulullah dengan suara terbata-bata memberikan petuah:
“Wahai umatku, kita semua ada
dalam kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah
hanya kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Al-Qur’an dan Sunnah. Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti
mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk
surga bersama aku".
Khutbah
singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap
sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar
dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang
dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. (Sesuai dengan kepribadian para sahabat
Abu Bakar yang lembut hatinya, Umar yang kuat dan pemberani, Ustman yang tabah,
Ali yang cerdas…).
Isyarat itu
telah datang, saatnya sudah tiba “Rasulullah
akan meninggalkan kita
semua” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu,
hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda
itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang
limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana
pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian
tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya,
Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan
membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu
terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum….Bolehkah
saya masuk ?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang
demam”
kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali
menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah aku ayah,
sepertinya baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut.
Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah Malaikat Maut,”
kata Rasulullah.
Fatimah pun
menahan ledakan tangisnya. Malaikat Maut datang menghampiri, tapi
Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah
Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit untuk menyambut Ruh Kekasih
Allah dan Penghulu Dunia ini. (Sepertinya Malaikat Jibril tidak sanggup melihat
Rasulullah dicabut nyawanya).
“Jibril, jelaskan apa hakku
nanti di hadapan Allah?” tanya Rasulullah dengan suara yang amat
lemah.
“Pintu-pintu langit telah
dibuka, para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar
menanti kedatanganmu” kata Jibril. Tapi itu semua ternyata tidak
membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar
kabar ini, Ya Rasulullah?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana
nasib umatku kelak ?”
“Jangan Khawatir, wahai
Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: "Kuharamkan surga
bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya”
kata Jibril.
Detik-detik
semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik.
Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit Sakaratul
Maut ini” Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang
disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku,
hingga kau palingkan wajahmu wahai Jibril?” Tanya Rasulullah pada
malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat Kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar suara Rasulullah karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut
ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku”.
(Subhanallah...Beliau begitu memikirkan umatnya, seharusnya bisa saja Rasulullah meminta
untuk dihilangkan rasa sakitnya karena doa Beliau sungguh didengarkan oleh-Nya.
Tetapi Beliau lebih mengkhawatirkan umatnya).
Badan
Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya
bergetar seakan hendakmembisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“PELIHARALAH SHALAT DAN SANTUNI
ORANG-ORANG LEMAH DIANTARAMU”
Di luar pintu,
tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan
tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah
yang mulai kebiruan.
“umatku, umatku, umatku” .......dan……..
PUPUSLAH KEMBANG HIDUP MANUSIA MULIA ITU………
“WAHAI JIWA YANG TENANG
KEMBALILAH KEPADA
TUHANMU, DENGAN
HATI YANG PUAS LAGI DIRIDHAI-NYA, MAKA
MASUKLAH KE DALAM JAMAAH HAMBA-HAMBAKU, DAN MASUKLAH KE DALAM SURGAKU”(Al Fajr : 27 -30).
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Pustaka :
Unduh dari ratdix.wordpress.com
Label:
SYIAR BUNDA KEKE
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar